Menilik Cara Reza Bisa Cuan Manis dari Ternak Ayam Rumahan

Menilik Cara Reza Bisa Cuan Manis dari Ternak Ayam Rumahan

Satu model peternakan yang cukup unik dilakoni oleh Reza Azmi Fauzi, warga Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya. Pemuda 23 tahun itu beternak ayam kampung dengan menambahkan pakan maggot atau belatung. Maggot itu dia budidaya sendiri dengan memberi pakan dari sampah organik. Sehingga aktivitas peternakan yang dilakoni Reza memiliki kontribusi terhadap pemanfaatan sampah organik.

Saat ini dia sedang memanen hasil kerja kerasnya selama 11 minggu terakhir. Lebih dari 700 ekor ayam kampung dengan bobot 8 ons sampai 1 kg, siap dijual dengan harga Rp 40 ribu/kilogram. “Dijual ke rumah makan dekat sini, Rp 40 ribu per kilogram,” kata Reza.

Dia menjelaskan, sekitar 3 bulan lalu dia memulai usahanya itu. Reza tinggal di perkampungan, dia punya lahan atau ruangan semacam saung dekat kandang kambing. Langkahnya diawali dengan membudidaya maggot.
“Kebetulan saya dekat pesantren besar, limbah organiknya banyak, saya manfaatkan. Kalau kurang saya minta dikirim dari aplikasi Goso,” kata Reza.

Program Goso yang dimaksud Reza adalah program gerakan olah sampah organik (Goso) yang dilakukan oleh Pemkot Tasikmalaya. Program ini melayani masyarakat yang butuh sampah organik.

Setelah budidaya maggot berjalan dia juga mulai menanam azolla, tanaman air yang orang Sunda menyebutnya ‘kayambang’. “Jadi sebelum ternak ayam, saya mulai dengan budidaya maggot sama azolla. Ini persiapan bahan pakan,” kata Reza.

Setelah maggot mendekati panen dan azolla mulai tumbuh, Reza lalu menyiapkan anak ayam atau DOC jenis ayam kampung Sentul atau dikenal juga dengan sebutan ayam Ciung Wanara. “Nah kalau kandangnya saya dapat bantuan dari bank bjb difasilitasi Pemkot. Masuk langsung 750 ekor DOC ayam Sentul,” kata Reza.

Setelah itu dia memulai hari-harinya sebagai peternak. Di pagi buta dia sudah mengurusi maggot, membersihkan kandang dan memberi pakan. Kemudian pemberian pakan juga dilakukan pada siang dan sore. Meski mengandalkan pakan murah dari maggot dan azolla, namun pakan pabrikan tetap harus diberikan. Tapi porsinya kurang.

“Jadi dengan pola seperti ini, pakan pabrikan cukup 40 persen saja. Sisanya diberi maggot dan azolla. Cukup besar menekan beban pakan, asal maggot lancar saja,” kata Reza.

Dalam satu siklus yang sudah dilaluinya, Reza mengaku hanya menghabiskan pakan pabrikan 29 karung isi 50 kilogram. “Memang pakan pabrikan tetap harus ada, terutama di masa-masa awal pertumbuhan,” kata Reza.

Namun demikian laju usaha selalu saja ada tantangan, kematian ayam selalu saja terjadi. Menurut Reza mortalitas ternak ayam Sentul mencapai angka 7 persen. “Jadi ayam Sentul ini karakternya galak, kanibal begitu. Diadu sampai mati. Nah ini mungkin yang harus jadi catatan saya,” kata Reza.

Secara hitung-hitungan kasar, Reza menyebut keuntungan minimal yang diperolehnya berada di angka Rp 10 ribu per ekor. Sehingga jika sekarang bisa panen 700 ekor, Reza bisa dapat keuntungan Rp 7 juta. “Ya untung Rp 7 jutaan selama 3 bulan, masih masuklah ya, UMR Tasik kan Rp 2 jutaan sebulan,” kata Reza.

Dia mengaku akan mengulangi lagi siklus beternak tiga bulanan itu, tapi kali ini dia akan mengatur periode masa ternaknya. “Jadi nanti nggak akan sekaligus 750 ekor, akan dibagi menjadi 3 periode, dikasih jeda satu atau dua minggu, sehingga nantinya setiap bulan bisa panen. Tidak siklus 3 bulanan sekaligus,” kata Reza.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tasikmalaya, Adang Mulyana mengapresiasi kegigihan Reza dalam menekuni bisnis pertanian dengan model seperti itu.

“Ini merupakan percobaan program Paranje Tasik. Ini merupakan salah satu inovasi untuk peternakan ayam dengan menggunakan kendang yang kecil dan estetik, dan layak untuk di wilayah perkotaan,” kata Adang.

Dia menjelaskan Paranje Tasik ini tidak sekedar beternak ayam saja, lebih dari itu Paranje Tasik diproyeksikan memiliki multiplier effect bagi persoalan lainnya, mulai dari masalah pemanfaatan sampah organik, pengendalian inflasi dan lainnya.

“Ayam yang diternakan yaitu ayam Ciung Wanara atau ayam Sentul dengan menggunakan pakan maggot 50 persen, Azolla 10 persen, dan pakan pabrikan 40 persen. Nilai jualnya lebih bagus,” kata Adang.

Melihat kesuksesan Reza, Adang mengatakan pihaknya saat ini tengah memproyeksikan untuk membuat peternakan serupa sebanyak 10 titik. “Ya akan kami perluas. Tentu akan kami berikan pendampingan seperti yang sudah kami lakukan terhadap Reza,” kata Adang.

Dia memaparkan program Paranje Tasik diharapkan dapat menjadi solusi untuk beberapa masalah yang ada di Kota Tasikmalaya. Yang pertama untuk menangani permasalahan sampah, karena pakan ayam berasal dari maggot diharapkan dapat menyerap 220 ton sampah organik yang ada di Tasikmalaya.
Kedua menangani inflasi terkait fluktuasi harga daging ayam, karena saat ini harga daging ayam mulai naik, diharapkan nantinya pasokan daging ayam dapat menggunakan ayam dari program Paranje Tasik ini.

“Ketiga program ini bertujuan untuk menangani ketahanan pangan khususnya untuk ketersediaan daging ayam dan yang keempat penanganan stunting karena daging ayam mengandung protein, dan diharapkan ketika panen sebagian dapat diberikan untuk masyarakat stunting di sekitar Paranje tersebut,” kata Adang.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *